PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN MELAYU



PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN MELAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAWALIKOTA BATAM,

Menimbang : 

a. bahwa Kebudayaan Melayu merupakan warisan sejarah dan budaya yang terwujud dalam rentang waktu yang berabad-abad dan kemudian menjadi ruh, semangat dan filosofi hidup masyarakat Melayu dalam menjalani kehidupannya;
b. bahwa Kebudayaan Melayu merupakan bagian dari kebudayaan nasional dan merupakan aset bangsa yang memberikan kontribusi pada bangunan kebudayaan nasional;
c. bahwa perlu dilakukan upaya pemajuan Kebudayaan Melayu di Kota Batam sebagai identitas melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu;

Mengingat : 

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 39020 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055);
6. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batam Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kota Batam Tahun 2016 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kota Batam Nomor 107).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BATAM dan  WALIKOTA BATAM

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN MELAYU.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Batam.
2. Propinsi adalah Propinsi Kepulauan Riau.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batam.
4. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kebudayaan.
6. Walikota adalah Walikota Batam.
7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
8. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa dan hasil karya manusia.
9. Kebudayaan Melayu adalah hasil cipta, rasa, karsa dan hasil karya yang sesuai dengan karakter, identitas dan jati diri suku bangsa Melayu yang secara geografis menempati dan berada di wilayah Kota Batam.
10. Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia ditengah peradaban dunia melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan.
11. Pelindungan adalah upaya menjaga keberlanjutan Kebudayaan yang dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan dan publikasi.
12. Pengembangan adalah upaya menghidupkan ekosistem kebudayaan serta meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan kebudayaan.
13. Pemanfaatan adalah upaya pendayagunaan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu untuk menguatkan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan dalam mewujudkan tujuan Nasional.
14. Pembinaan adalah upaya pemberdayaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan dalam meningkatkan dan memperluas peran aktif dan inisiatif masyarakat.
15. Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu adalah unsur kebudayaan yang menjadi sasaran utama pemajuan kebudayaan melayu.
16. Sumber Daya Manusia Kebudayaan adalah orang yang bergiat, bekerja, dan/atau berkarya dalam bidang yang berkaitan dengan Objek Pemajuan Kebudayaan.
17. Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu adalah sistem data utama kebudayaan yang mengintegrasikan seluruh data Kebudayaan dari berbagai sumber.
18. Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah adalah dokumen yang memuat kondisi faktual dan permasalahan yang dihadapi daerah dalam upaya Pemajuan Kebudayaan beserta usulan penyelesaiannya.
19. Lembaga Adat Melayu Kota Batam selanjutnya disebut LAM adalah organisasi di tingkat Kota Batam yang dibentuk oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, mempunyai wilayah, harta
kekayaan dan wewenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat istiadat Melayu Kota Batam.
20. Gelar Adat adalah nama/sebutan yang diberikan kepada tokoh secara perorangan sesuai menurut alur patut dan layaknya berdasarkan ketentuan dan pedoman yang dimiliki oleh Lembaga Adat Melayu.
21. Tradisi Lisan adalah tuturan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat.
22. Manuskrip adalah naskah beserta segala informasi yang terkandung di dalamnya, yang memiliki nilai budaya dan sejarah.
23. Adat Istiadat adalah kebiasaan yang didasarkan kepada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.
24. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
25. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
26. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
27. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
28. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
29. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
30. Ritus adalah tata cara pelaksanaan upacara atau
kegiatan yang didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.
31. Pengetahuan Tradisional adalah seluruh ide dan gagasan dalam masyarakat yang mengandung nilai-nilai setempat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.
32. Teknologi Tradisional adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang atau cara yang diperlukan bagi kelangsungan atau kenyamanan hidup manusia dalam bentuk produk, kemahiran, dan ketrampilan masyarakat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.
33. Seni adalah ekspresi artistik individu, kolektif, atau komunal, yang berbasis warisan budaya maupun berbasis kreatifitas penciptaan baru, yang terwujud dalam berbagai bentuk kegiatan dan/atau media.
34. Bahasa adalah sarana komunikasi antar manusia, baik berbentuk lisan, tulisan maupun isyarat.
35. Permainan Rakyat adalah berbagai permainan yang didasarkan pada nilai tertentu dan dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus-menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya, yang bertujuan untuk menghibur diri.
36. Olah raga Tradisional adalah berbagai aktivitas fisik dan/atau mental yang bertujuan untuk menyehatkan diri, peningkatan daya tahan tubuh, didasarkan pada nilai tertentu, dilakukan oleh kelompok masyarakat secara terus-menerus, dan diwariskan pada generasi berikutnya.
37. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
38. Orang adalah orang perorangan, kelompok orang, organisasi masyarakat, dan/atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum.

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2
Pemajuan Kebudayaan Melayu dilaksanakan berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
Pasal 3
(1) Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Adat Bersandi Syara’, Syara’ Bersandi Kitabullah.
(2) Kebudayan Melayu dimaksudkan menjadi payung bagi kebudayaan lain di Daerah.
Pasal 4
Pemajuan Kebudayaan Melayu berasaskan:
a. toleransi;
b. keberagaman;
c. kelokalan;
d. lintas wilayah;
e. partisipatif;
f. manfaat;
g. keberlanjutan;
h. kebebasan berekspresi;
i. keterpaduan;
j. kesederhanaan; dan
k. gotong royong.
Pasal 5
Pemajuan Kebudayaan Melayu bertujuan untuk:
a. mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa;
b. memperkaya keberagaman budaya;
c. memperteguh jati diri bangsa;
d. memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa;
e. mencerdaskan kehidupan bangsa;
f. meningkatkan citra bangsa;
g. mewujudkan masyarakat madani;
h. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
i. melestarikan warisan budaya bangsa; dan
j. mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 6
Setiap orang berhak untuk:
a. berekspresi;
b. mendapatkan perlindungan atas hasil ekspresi budayanya;
c. berpartisipasi dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
d. mendapatkan akses informasi mengenai Kebudayaan Melayu;
e. memanfaatkan sarana dan prasarana Kebudayaan; dan
f. memperoleh manfaat dari Pemajuan Kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Pasal 7
Setiap orang berkewajiban untuk:
a. mendukung upaya Pemajuan Kebudayaan Melayu;
b. memelihara kebhinekaan;
c. mendorong lahirnya interaksi antar budaya;
d. mempromosikan Kebudayaan Nasional Indonesia dan Kebudayaan Melayu; dan
e. memelihara sarana dan prasarana Kebudayaan.

BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 8
Dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu, Pemerintah Daerah bertugas:
a. menjamin kebebasan berekspresi;
b. menjamin pelindungan atas ekspresi dan kreasi budaya;
c. melaksanakan Pemajuan Kebudayaan Melayu;
d. memelihara kebhinekaan;
e. mengelola informasi di bidang Kebudayaan;
f. menyediakan sarana dan prasarana Kebudayaan;
g. menyediakan sumber pendanaan untuk Pemajuan Kebudayaan Melayu;
h. membentuk mekanisme pelibatan masyarakat dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu;
i. mendorong peran aktif dan inisiatif masyarakat dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu; dan
j. menghidupkan dan menjaga ekosistem Kebudayaan Melayu yang berkelanjutan.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pemerintah Daerah berwenang:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan Pemajuan Kebudayaan Melayu;
b. merencanakan, menyelenggarakan dan mengawasi
Pemajuan Kebudayaan Melayu;
c. merumuskan dan menetapkan mekanisme pelibatan masyarakat dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu; dan
d. merumuskan dan menetapkan mekanisme pendanaan dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu.

BAB V
PEMAJUAN

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
Pemajuan Kebudayaan Melayu dilaksanakan melalui:
a. pelindungan;
b. pengembangan;
c. pemanfaatan; dan
d. pembinaan.
Pasal 11
Pemajuan Kebudayaan Melayu berpedoman pada:
a. Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah;
b. Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Propinsi;
c. Strategi Kebudayaan; dan
d. Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan.
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah menyusun pokok pikiran kebudayaan Daerah dengan melibatkan masyarakat melalui para ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam objek Pemajuan Kebudayaan di Daerah.
(2) Pemerintah Daerah melakukan pengarusutamaan Kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan pengarusutamaan Kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melalui pendidikan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Objek Pemajuan
Pasal 13
Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu meliputi:
a. tradisi lisan;
b. manuskrip;
c. cagar budaya:
d. adat istiadat;
e. ritus;
f. pengetahuan tradisional;
g. teknologi tradisional;
h. seni;
i. bahasa;
j. permainan rakyat;
k. olahraga tradisional; dan
l. perfilman.
Paragraf 1
Tradisi Lisan
Pasal 14
(1) Tradisi Lisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dilakukan pemajuan agar tidak mengalami kepunahan dan dapat diwariskan kepada generasi penerus.
(2) Tradisi Lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. petuah;
b. kisah;
c. cerita kepahlawanan;
d. dongeng;
e. folklore;
f. mitologi; dan
g. legenda.
(3) Pemajuan Tradisi Lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pencatatan, pendokumentasian, penelitian, dan penyebarluasan.
Pasal 15
(1) Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi pertumbuhan dan pengembangan Tradisi Lisan di masyarakat.
(2) Pertumbuhan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara membentuk dan/atau menghidupkan sanggar atau perkumpulan Tradisi Lisan, menyelenggarakan festival Tradisi Lisan secara regular dan kegiatan lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Tradisi Lisan diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 2
Manuskrip
Pasal 16
(1) Masyarakat berhak menyimpan, merawat, melestarikan, dan memanfaatkan manuskrip secara bertanggungjawab.
(2) Masyarakat yang memiliki manuskrip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendaftarkan ke Pemerintah Daerah melalui Perangkat Daerah yang memiliki tugas fungsi di bidang kebudayaan.
(3) Pendaftaran manuskrip sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan secara tertulis dengan dilengkapi data sekurang-kurangnya mengenai :
a. identitas pemilik;
b. riwayat kepemilikan manuskrip; dan
c. jenis, jumlah, bentuk, dan ukuran manuskrip.
(4) Pendaftaran manuskrip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Masyarakat dapat menyerahkan penyimpanan, perawatan, dan pelestarian manuskrip yang berhubungan dengan Kebudayaan Melayu kepada Pemerintah Daerah melalui Perangkat Daerah yang memiliki tugas fungsi di bidang kebudayaan.
(2) Atas penyerahan manuskrip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah memberikan penghargaan yang layak kepada pemilik manuskrip bersangkutan dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerah dapat mengalihmediakan manuskrip guna kepentingan Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihmediaan Manuskrip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 3
Cagar Budaya
Pasal 19
(1) Benda, Bangunan, dan Struktur Cagar Budaya sebagai warisan Kebudayaan Melayu yang tersebar di daerah dan/atau dikuasai masyarakat dilakukan pemajuan.
(2) Pemajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pendataan, pendokumentasian, penyelamatan, penelitian, penulisan buku, dan/atau penguatan fungsi museum.
(3) Benda, Bangunan, dan Struktur Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kategori Cagar Budaya apabila :
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memilki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
(4) Benda Cagar Budaya dapat :
a. berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia;
b. bersifat bergerak atau tidak bergerak; dan
c. merupakan kesatuan atau kelompok.
(5) Bangunan Cagar Budaya dapat :
a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau
b. berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.
(6) Struktur Cagar Budaya dapat :
a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau
b. sebagian atau seluruhnya menyatu dengan formasi alam.
Pasal 20
(1) Lokasi yang dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila:
a. mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya; dan
b. menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.
(2) Satuan ruang geografis dapat ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila:
a. mengandung 2 (dua) situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan;
b. usia lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang
pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
d. memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas;
e. memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan
f. memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil.
(3) Benda, bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi kriteria cagar budaya dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya.
Pasal 21
(1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan Pengadilan kecuali yang dikuasai oleh Pemerintah.
(3) Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya, kecuali Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal dan menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing dilarang membawa Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat dialihkan kepemilikannya kepada Pemerintah Daerah dengan cara dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, diganti rugi dan/atau penetapan putusan pengadilan.
(6) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan yang layak kepada pihak yang bersedia menyerahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 22
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan menyelenggarakan museum Kebudayaan Melayu.
(2) Penyelenggaraan museum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dilakukan melalui kegiatan pengumpulan, pengkajian, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda, bukti, naskah dan situs
bernilai budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuan sejarah.
(3) Benda yang menjadi koleksi museum memperhatikan kriteria sebagai berikut :
a. memiliki nilai budaya, sejarah dan ilmiah;
b. memiliki identitas menurut bentuk dan wujudnya, tipe dan gayanya, fungsi dan asalnya secara historis, geografis, genus dalam orde biologi atau periodisasi dalam geologi; dan
c. dapat menjadi monumen dalam sejarah dan budaya Melayu.
(4) Koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus didokumentasikan secara verbal dan visual sesuai ketentuan teknis permuseuman melalui kegiatan pengkajian dan penyajian pameran.
(5) Pemanfaatan koleksi museum dapat dilakukan untuk kepentingan antara lain pendidikan, penelitian, dan pariwisata, sepanjang tidak menimbulkan kerusakan terhadap koleksi museum.
(6) Penyelenggara museum harus menetapkan kebijakan pemanfaatan koleksi museum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Penyelenggaraan permuseuman dapat diselenggarakan oleh setiap orang setelah mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 23
(1) Walikota membentuk Tim Ahli Cagar Budaya.
(2) Tim Ahli Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.
(3) Keanggotaan Tim Ahli Cagar Budaya berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang dari unsur akademisi dan 2 (dua) orang dari unsur non akademisi.
(4) Masa kerja keanggotaan Tim Ahli Cagar Budaya selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali masa kerja.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata kerja Tim Ahli Cagar Budaya diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 24
(1) Walikota membentuk Unit Pelaksana Teknis di bidang Pelestarian, Penelitian dan Pengembangan serta Pemajuan Cagar Budaya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai uraian tugas Unit Pelaksana Teknis diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 4
Adat Istiadat
Pasal 25
(1) Pemerintah Daerah bersama masyarakat melakukan Pemajuan Adat Istiadat Melayu yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Melayu.
(2) Pemajuan Adat Istiadat Melayu sebagai dimaksud pada ayat (1), melalui kegiatan :
a. pengkajian, pemeliharaan dan pengembangan nilai tradisi dan adat istiadat Melayu yang dipedomani oleh masyarakat dalam berperilaku dan bertindak, yang meliputi aspek ungkapan, peribahasa, upacara, cerita dan permainan rakyat, naskah kuno, pengetahuan, sistem kemasyarakatan, masyarakat kampung budaya Melayu, dan nilai tradisi lainnya yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Melayu;
b. pemilahan dan pemeliharaan terhadap nilai tradisi dan adat istiadat yang disesuaikan dengan perkembangan zaman;
c. perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan dan mengembangkan adat istiadat dalam kehidupannya; dan
d. penyebarluasan hasil kajian nilai tradisi Melayu kepada masyarakat luas.
(3) Kegiatan pemajuan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memperhatikan:
a. nilai agama;
b. tradisi, nilai, norma, etika, dan hukum adat;
c. kepentingan umum, kepentingan komunitas, dan kepentingan kelompok dalam masyarakat;
d. jati diri daerah dan bangsa;
e. kemanfaatan bagi masyarakat; dan
f. peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Walikota setelah mendapat rekomendasi dari Lembaga Adat Melayu menetapkan, antara lain:
a. pakaian adat Melayu dan kelengkapannya;
b. ornamen atau arsitektur Melayu pada bangunan;
c. upacara perkawinan adat Melayu;
d. souvenir atau cinderamata khas Melayu;
e. makanan atau kuliner khas Melayu; dan
f. musik dan lagu Melayu;
Pasal 27
(1) Penggunaan pakaian adat Melayu, dipakai pada :
a. peringatan Hari Jadi Kota Batam;
b. pelantikan dan/atau penabalan pejabat;
c. kegiatan kebudayaan dan keagamaan;
d. hari kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu bagi siswa sekolah, karyawan swasta/BUMN/BUMD di sektor jasa, pariwisata dan perdagangan serta aparatur Pemerintah Daerah.
(2) Tata cara penggunaan pakaian adat Melayu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 28
(1) Ornamen atau arsitektur bercirikan Melayu keberadaan dan pemakaiannya harus dipelihara dan dikembangkan melalui cara-cara:
a. pemakaian arsitektur vernakular Melayu pada bangunan publik, gedung yang sudah ada/berdiri dan gedung yang akan dibangun milik Pemerintahan Daerah; dan
b. menempatkan ornamen Melayu pada bagian dinding gapura atau tugu yang berfungsi sebagai pintu gerbang perumahan dan batas wilayah kelurahan dan kecamatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakaian dan penetapan ornament dan arsitektur bercirikan Melayu diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 29
(1) Upacara adat perkawinan Melayu keberadaannya harus dijaga, dipelihara dan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Upacara Adat perkawinan Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 30
(1) Pengelola dan penyelenggara tempat hiburan, hotel, restoran, biro perjalanan wisata wajib memperdengarkan musik dan lagu Melayu, menyediakan, memberikan souvenir/cinderamata khas Melayu kepada pengunjung dan wisatawan.
(2) Memperdengarkan musik dan lagu Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bagi pengelola dan penyelengara juga diwajibkan kepada pengelola bandara, pelabuhan, dan pusat
perbelanjaan.
(3) Pengelola hotel wajib menghidangkan makanan khas Melayu dan menampilkan kesenian Melayu.
(4) Pemerintah Daerah dan masyarakat mengembangkan dan meningkatkan industri kreatif cenderamata dan makanan khas Melayu sebagai oleh-oleh khas daerah.
(5) Pemerintah Daerah wajib menghidangkan makanan khas Melayu pada peringatan Hari Jadi Daerah, Ulang Tahun DPRD dan Hari Besar Nasional.
Pasal 31
(1) Guna mendukung Pemajuan Adat Istiadat Melayu dapat ditetapkan Kampung Adat.
(2) Kampung Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Paragraf 5
Ritus
Pasal 32
(1) Ritus yang berkembang di masyarakat merupakan kekayaan Kebudayaan Melayu dan wajib dilakukan upaya pemajuan agar tidak punah.
(2) Upaya pemajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pendataan, pendokumentasian, penelitian dan penyebarluasan.
(3) Walikota setelah mendapat rekomendasi dari Lembaga Adat Melayu menetapkan jenis dan macam Ritus.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Ritus diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 6
Pengetahuan Tradisional
Pasal 33
(1) Pengetahuan Tradisional sebagai pengetahuan yang tumbuh dan dikembangkan masyarakat Melayu adalah kekayaan intelektual yang harus dijaga dan dipelihara.
(2) Pengetahuan Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup, antara lain :
a. metode budidaya dan pengolahan tanaman pertanian;
b. pengobatan;
c. obat-obatan;
d. resep makanan dan minuman; dan
e. kesenian.
(3) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban
menjaga dan memelihara pengetahuan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Pengetahuan Tradisional diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 34
Pemerintah Daerah melakukan pengembangan program dan kegiatan Pemajuan Pengetahuan Tradisional dengan melibatkan masyarakat, para ahli, dan pihak lain yang berkepentingan dengan melibatkan Lembaga Adat Melayu.
Paragraf 7
Teknologi Tradisional
Pasal 35
(1) Teknologi Tradisional masyarakat Melayu perlu dilakukan pemajuan.
(2) Teknologi Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain :
a. alat tangkap nelayan;
b. alat pengolahan tanaman pertanian; dan
c. alat transportasi.
(3) Pemajuan Teknologi Tradisional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pendataan, penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan, penelitian dan pemanfaatan.
(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi upaya pelindungan hukum melalui pengurusan hak kekayaan intelektualnya.
Pasal 36
(1) Masyarakat dapat mengembangkan dan memanfaatkan Teknologi Tradisional.
(2) Pemerintah Daerah mendorong pengembangan Teknologi Tradisional agar sesuai dengan perkembangan zaman sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.
(3) Pemerintah Daerah dapat membuat replika produk Teknologi Tradisonal untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Teknologi Tradisional diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 8
Seni
Pasal 37
(1) Pemajuan Seni Melayu dimaksudkan untuk:
a. meningkatkan kesinambungan usaha pengelolaan, penelitian, peningkatan mutu, penyebarluasan, peningkatan daya cipta dan daya penampilan, serta peningkatan apresiasi seni Melayu;
b. meningkatkan kreativitas dan produktivitas seniman untuk berkarya; dan
c. meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap seni Melayu melalui pendidikan dan apresiasi seni di sekolah dan di luar sekolah.
(2) Dalam rangka mencapai maksud sebagaimana dinyatakan pada ayat (1), Pemerintah Daerah berkewajiban :
a. mewujudkan iklim yang sehat, kreatif dan dinamis untuk kesenian Melayu tradisional dan Melayu kreasi;
b. meningkatkan kesejahteraan dan keterlindungan hak cipta dan hak kekayaan intelektual seniman Melayu;
c. menata lembaga kesenian yang kreatif, responsif, proaktif dan dinamis terhadap kebutuhan dan pertumbuhan seni Melayu;
d. meningkatkan apreasiasi masyarakat terhadap seni Melayu;
e. meningkatkan profesionalisme penyelenggaraan seni Melayu;
f. mendorong, memfasilitasi dan membina perkumpulan/sanggar seni dan organisasi atau lembaga kemasyarakatan dalam pemajuan seni Melayu;
g. memanfaatkan ruang publik, hotel, tempat perbelanjaan, kantor pemerintahan, gedung kesenian, gedung sekolah dan media massa sebagai upaya pemajuan seni Melayu;
h. memiliki dan mengelola secara profesional gedung kesenian;
i. mendorong tumbuh dan berkembangnya industri kreatif yang berkaitan dengan seni Melayu;
j. mengembangkan sistem pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang berjasa pada pemajuan seni Melayu;
k. menerapkan kesenian Melayu dalam kurikulum pendidikan dengan memasukkan mata pelajaran muatan lokal seni Melayu;
l. meningkatkan kualitas pendidik dan bahan ajar seni Melayu; dan
m. memenuhi fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan seni Melayu.
Pasal 38
(1) Dalam rangka meningkatkan apresiasi seni Melayu, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat melaksanakan:
a. lomba seni Melayu yang diselenggarakan secara periodik dan berjenjang;
b. pergelaran kesenian Melayu pada acara resmi;
c. kegiatan lain yang berfungsi sebagai sarana dan media apresiasi seni Melayu; dan
d. memberikan penghargaan kepada para seniman.
(2) Tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 39
Walikota memfasilitasi karya seni tradisional dan/atau karya seni Melayu yang belum diketahui penciptanya dan wajib dilindungi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengembangan program dan kegiatan Pemajuan Seni Melayu dengan melibatkan masyarakat, seniman, para ahli, dan pihak lain yang berkepentingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Seni diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 9
Bahasa
Pasal 41
(1) Pemajuan Bahasa Melayu ditujukan kepada bahasa, sastra dan aksara.
(2) Pemajuan Bahasa Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan kegiatan :
a. menetapkan keberadaan dan kesinambungan penggunaan bahasa, sastra, dan aksara Melayu sehingga menjadi faktor pendukung bagi tumbuhnya jati diri dan kebanggaan daerah;
b. menetapkan kedudukan dan fungsi bahasa, sastra, dan aksara Melayu sebagai alat komunikasi masyarakat daerah;
c. melindungi, mengembangkan, memberdayakan, dan memanfaatkan bahasa, sastra, dan aksara Melayu sebagai unsur kebudayaan daerah yang pada gilirannya menunjang kebudayaan nasional; dan
d. meningkatkan mutu penggunaan potensi bahasa, sastra, dan aksara Melayu.
(3) Jangkauan penyelenggaraan kegiatan Pemajuan Bahasa Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai berikut :
a. penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan pendidikan luar sekolah;
b. penyediaan bahan pengajaran dan bahan bacaan Bahasa Melayu untuk sekolah, luar sekolah dan perpustakaan umum;
c. penyelenggaraan pelatihan, penataran, seminar, lokakarya, diskusi publik, apresiasi, dan kegiatan sejenisnya;
d. penyelenggaraan kompetisi bagi peserta didik, tenaga pengajar, dan masyarakat;
e. penyelenggaraan Kongres Bahaya Melayu secara periodik;
f. pemberian penghargaan untuk karya bahasa dan sastra terpilih, serta penghargaan bagi bahasawan, sastrawan, dan peneliti;
g. sosialisasi bahasa, sastra dan aksara Melayu;
h. penyediaan fasilitas bagi kelompok studi bahasa, sastra, dan aksara Melayu;
i. pemberdayaan dan pemanfaatan media massa baik cetak maupun elektronik dalam berbahasa Melayu;
j. penggunaan bahasa dan sastra Melayu dalam acara resmi dan syiar keagamaan, penyampaian informasi publik di tempat–tempat pelayanan publik;
k. penerjemahan publikasi ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam bahasa asing dan/atau ke dalam bahasa Melayu dan sebaliknya;
l. pengadaan sarana teknologi yang menunjang; dan
m. penerbitan buku, artikel, dan hasil penelitian Daerah.
Pasal 42
(1) Masyarakat berperan sebagai pelaku dalam upaya Pemajuan Bahasa Melayu, melalui kegiatan:
a. memelihara dan mengembangkan secara positif kebanggaan sebagai warga daerah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari warga bangsa;
b. memelihara dan menumbuhkan secara positif kecintaan dan penggunaan bahasa, sastra dan aksara Melayu; dan
c. memantapkan kesadaran bahwa bahasa, sastra dan aksara Melayu merupakan bagian dari
kebudayaan nasional yang memperkuat jati diri bangsa dalam konteks keberagaman kebudayaan nasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Bahasa Melayu diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 10
Permainan Rakyat
Pasal 43
(1) Permainan Rakyat merupakan permainan tradisi rakyat yang dimainkan secara turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Melayu.
(2) Permainan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup antara lain:
a. permainan untuk anak-anak;
b. permainan untuk remaja; dan
c. permainan untuk dewasa.
(3) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban menjaga dan melestarikan Permainan Rakyat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Pasal 44
(1) Pemerintah Daerah mendorong pengembangan Permainan Rakyat agar sesuai dengan tantangan dan tuntutan zaman.
(2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui antara lain :
a. menghidupkan sanggar-sanggar kreasi Permainan Rakyat;
b. membuat dan mencipta kreasi baru Permainan Rakyat;
c. mengadakan Festival Permainan Rakyat; dan
d. melakukan penelitian, pengembangan dan pendokumentasian Permainan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Permainan Rakyat diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 11
Olah Raga Tradisional
Pasal 45
(1) Olah raga Tradisional merupakan olahraga asli masyarakat Melayu, sebagai kekayaan budaya yang memiliki unsur tradisional.
(2) Olah raga Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup antara lain:
a. olah raga tradisional tingkat anak-anak;
b. olah raga tradisional tingkat remaja; dan
c. olah raga tradisional tingkat dewasa.
(3) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban menjaga dan memajukan Olah raga Tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah mendorong pengembangan Olah Raga Tradisional.
(2) Pengembangan Olah Raga Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain:
a. memasyarakatkan Olah Raga Tradisonal melalui pelaksanaan ekstra kulikuler di sekolah dan perguruan tinggi;
b. menghidupkan klub-klub Olah Raga Tradisional; dan
c. menyelenggarakan Kejuaraan Olah Raga Tradisional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Olah Raga Tradisional diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 12
Perfilman
Pasal 47
(1) Dalam rangka Pemajuan Kebudayaan Melayu, Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pembuatan film dokumenter tentang Kebudayaan Melayu.
(2) Guna melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah menetapkan dan melaksanakan kebijakan perfilman daerah serta menyediakan prasarana dan sarana untuk pengembangan dan kemajuan perfilman dokumenter Kebudayaan Melayu.
(3) Pemerintah Daerah dapat melibatkan masyarakat dalam membuat dan memproduksi film dokumenter tentang Kebudayaan Melayu.
Pasal 48
(1) Setiap orang dapat membuat dan memproduksi film dokumenter tentang kebudayaan Melayu.
(2) Film dokumenter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Walikota dapat memberikan insentif berupa keringanan pajak Daerah dan retribusi Daerah tertentu untuk film dokumenter tentang Kebudayaan Melayu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemajuan Perfilman diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Pelindungan
Paragraf 1
Inventarisasi
Pasal 49
(1) Inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu terdiri atas tahapan:
a. pencatatan dan pendokumentasian;
b. penetapan; dan
c. pemutakhiran data.
(2) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu.
Pasal 50
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
Pasal 51
(1) Setiap orang dapat melakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi setiap orang yang melakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai memfasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 52
(1) Walikota melakukan penetapan hasil pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan melalui tahapan verifikasi dan validasi.
(3) Dalam melakukan verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Walikota berkoordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi serta melibatkan ahli di bidang terkait.
Pasal 53
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pemutakhiran data Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Setiap orang dapat melakukan pemutakhiran data Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Pemutakhiran data Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu wajib diverifikasi dan divalidasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemutakhiran data Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemutakhiran data diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 2
Pengamanan
Pasal 54
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Setiap orang dapat berperan aktif dalam melakukan pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan untuk mencegah pihak asing tidak melakukan klaim atas kekayaan intelektual Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(4) Pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan dengan cara:
a. memutakhirkan data dalam Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu secara terus menerus;
b. mewariskan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu kepada generasi berikutnya; dan
c. memperjuangkan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagai warisan budaya dunia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 3
Pemeliharaan
Pasal 55
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Setiap orang dapat berperan aktif dalam melakukan pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan untuk mencegah kerusakan, hilang, atau
musnahnya Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(4) Pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan dengan cara:
a. menjaga nilai keluhuran dan kearifan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu;
b. menggunakan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dalam kehidupan sehari-hari;
c. menjaga keanekaragaman Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu;
d. menghidupkan dan menjaga ekosistem Kebudayaan untuk setiap Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu; dan
e. mewariskan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu kepada generasi berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 4
Penyelamatan
Pasal 56
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Setiap orang dapat berperan aktif dalam melakukan penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan dengan cara:
a. revitalisasi;
b. repatriasi; dan/atau
c. restorasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelamatan diatur dengan Peraturan Walikota.
Paragraf 5
Publikasi
Pasal 57
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan publikasi terhadap informasi yang berkaitan dengan inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Setiap orang dapat berperan aktif dalam melakukan publikasi terhadap informasi yang berkaitan dengan inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Publikasi dilakukan untuk menyebarkan informasi kepada publik baik di dalam negeri maupun di luar
negeri dengan menggunakan berbagai bentuk media.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai publikasi diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Pengembangan
Pasal 58
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan Pengembangan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Setiap orang dapat melakukan Pengembangan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Pengembangan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan dengan cara :
a. penyebarluasan;
b. pengkajian; dan
c. pengayaan keberagaman.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kelima
Pemanfaatan
Pasal 59
(1) Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang dapat melakukan pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan untuk :
a. membangun karakter bangsa;
b. meningkatkan ketahanan budaya;
c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan
d. meningkatkan peran aktif dan pengaruh Daerah dalam hubungan nasional dan internasional.
Pasal 60
(1) Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu untuk membangun karakter bangsa dan meningkatkan ketahanan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan melalui :
a. internalisasi nilai budaya;
b. inovasi;
c. peningkatan adaptasi menghadapi perubahan; dan
d. kolaborasi antarbudaya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu untuk membangun karakter bangsa dan ketahanan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 61
(1) Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c dapat dilakukan melalui pengolahan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu menjadi produk.
(2) Pengolahan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu menjadi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga nilai keluhuran dan kearifan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan dan pengolahan diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 62
(1) Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu untuk meningkatkan peran aktif dan pengaruh Daerah dalam hubungan nasional dan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d dilakukan melalui:
a. diplomasi budaya; dan
b. peningkatan kerja sama nasional dan internasional di bidang Kebudayaan.
(2) Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
(1) Industri besar dan/atau pihak asing yang akan melakukan Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu untuk kepentingan komersial wajib memiliki izin Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dari Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. memiliki persetujuan atas dasar informasi awal;
b. pembagian manfaat; dan
c. pencantuman asal-usul Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin Pemanfaatan Objek Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Industri besar dan/atau pihak asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. denda administratif;
d. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
e. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pembinaan
Pasal 65
(1) Pemerintah Daerah harus melakukan pembinaan Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Pembinaan dilakukan untuk meningkatkan jumlah dan mutu Sumber Daya Manusia Kebudayaan, lembaga Kebudayaan Melayu, dan pranata Kebudayaan Melayu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB V
SUMBER DAYA MANUSIA KEBUDAYAAN

Pasal 66
(1) Pemerintah Daerah wajib meningkatkan kualitas dan pengembangan Sumber Daya Manusia Kebudayaan.
(2) Peningkatan kualitas dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. pendidikan dan pelatihan;
b. non pendidikan dan pelatihan.
(3) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi :
a. pendidikan dan pelatihan;
b. bimbingan teknis; dan
c. lokakarya atau workshop.
(4) Non pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. apresiasi;
b. magang; dan
c. pengembangan potensi diri.
Pasal 67
(1) Guna memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia Kebudayaan, Pemerintah Daerah dapat melakukan rekrutmen tenaga ahli atau pakar.
(2) Kriteria dan ketentuan lebih lanjut mengenai rekrutmen tenaga ahli atau pakar diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 68
Pemerintah Daerah melakukan standarisasi dan sertifikasi Sumber Daya Manusia Kebudayaan sesuai kebutuhan dan tuntutan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PENDANAAN

Pasal 69
(1) Pemerintah Daerah menganggarkan pendanaan Pemajuan Kebudayaan Melayu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Pendanaan Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. masyarakat; dan/atau
d. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENGHARGAAN

Pasal 70
(1) Pemerintah Daerah dan Lembaga Adat Melayu, dapat memberikan penghargaan yang sepadan kepada pihak yang berprestasi atau berkontribusi luar biasa dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu;
(2) Pemberian Gelar Adat Melayu diberikan oleh LAM.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 71
(1) Selain penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, untuk memperkaya Kebudayaan Melayu, Pemerintah Daerah memberikan fasilitas kepada Sumber Daya Manusia Kebudayaan yang berjasa dan/atau berprestasi luar biasa dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Fasilitas yang diberikan kepada Sumber Daya Manusia Kebudayaan yang berjasa dan berprestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mengembangkan karyanya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pemberian fasilitas diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada setiap orang yang memberikan kontribusi dalam Pemajuan Kebudayaan Melayu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB VIII
LARANGAN

Pasal 73
Setiap orang dilarang menghambat objek Pemajuan Kebudayaan Melayu sebagaimana diatur dalam Perauran Daerah ini.
Pasal 74
Setiap orang dilarang secara melakukan perbuatan yang mengakibatkan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 75
Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76
Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 77
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Batam.

Ditetapkan di Batam
pada tanggal 29 Maret 2018
WALIKOTA BATAM
dto
MUHAMMAD RUDI
Diundangkan di Batam
pada tanggal 29 Maret 2018
SEKRETARIS DAERAH KOTA BATAM,
dto
JEFRIDIN

LEMBARAN DAERAH KOTA BATAM TAHUN 2018 NOMOR 1 NOREG PERATURAN DAERAH KOTA BATAM, PROPINSI KEPULAUAN RIAU : ( 1,5/2018 )

Salinan sesuai dengan aslinya
a.n. Sekretaris Daerah Kota Batam
u.b.
Kepala Bagian Hukum
DEMI HASFINUL NASUTION, SH, M.Si
Pembina Tk. I
NIP. 19671224 199403 1 009

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN MELAYU

I. UMUM
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 disebutkan “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Kebudayaan merupakan indikator dan mencirikan tinggi rendahnya martabat dan peradaban suatu bangsa.Kebudayaan tersebut dibangun oleh berbagai unsur, seperti bahasa, sastra, aksara, adat istiadat, kesenian, dan berbagai sistem nilai yang tumbuh dan berkembang dari masa ke masa.
Kebudayaan Nasional merupakan keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Dengan demikian kebudayaan nasional dapat berupa sumbangan dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Sumbangan kebudayaan daerah tersebut tergabung menjadi satu ciri khas yang kemudian menjadi kebudayaan nasional.
Kebudayaan Melayu merupakan bagian dari kebudayaan nasional dan sekaligus menjadi aset nasional, memiliki nilai dan norma sosial budaya yang melandasi pemikiran dan perilaku warganya. Sikap dan filosofi hidup masyarakat Melayu diekspresikan dalam keyakinan, kesenian, adat istiadat, dan unsur kebudayaan lainnya.Sikap dan filosofi masyarakat Melayu memiliki nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Seiring dengan perkembangan zaman, dampak dan pengaruhnya terhadap kebudayaan Melayu tidak mungkinterelakkan. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, maka diperlukan upaya Pemajuan Kebudayan Melayu melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Agar upaya Pemajuan Kebudayaan Melayu dapat dilaksanakan dan berjalan sebagaimana yang diharapkan, perlu diatur dengan Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “adat bersandi syara’, syara’
bersandi kitabullah” adalah bahwa adat yang berlaku di masyarakat Melayu di Kota Batam adalah adat Islamiyah (adat yang diatur menurut norma-norma dan aturan Islam) bukan adat jahiliyah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kebudayaan Melayu menjadi payung bagi kebudayaan lain di Kota Batam” adalah kebudayaan Melayu sebagai kebudayaan masyarakat asli Kota Batam menaungi dan menjadi unsur perekat bagi kebudayaan-kebudayan lain yang tumbuh dan berkembang di Kota Batam.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas toleransi” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu dilandasi dengan saling menghargai dan menghormati.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keberagaman” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu mengakui dan memelihara suku bangsa, ras, agama, dan kepercayaan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kelokalan” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan lokal.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas lintas wilayah” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu memperhatikan dinamika budaya local tanpa dibatasi oleh batas-batas administratif.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu dilakukan dengan melibatkan peran aktif Setiap Orang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu berorientasi pada investasi masa depan sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kesejahteraan rakyat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu dilaksanakan secara sistematis, terencana, berkesinambungan, dan berlangsung terus-menerus dengan memastikan terjadi regenerasi Sumber Daya Manusia Kebudayaan dan memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kebebasan berekspresi”
adalah bahwa upaya Pemajuan Kebudayaan Melayu menjamin kebebesan individu atau kelompok dalam menyampaikan ekspresi kebudayaannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu dilaksanakan secara terhubung dan terkoordinasi lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas kesederajatan” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu menjamin kedudukan yang sama dalam masyarakat yang memiliki Kebudayaan yang beragam.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas gotong royong” adalah bahwa Pemajuan Kebudayaan Melayu dilaksanakan dengan semangat kerja bersama yang tulus.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “petuah” adalah rumusan kalimat yang mempunyai arti khusus sebagai ajaran moral kepada generasi berikutnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kisah” adalah kisah tentang kejadian-kejadian di suatu tempat, misalnya asal usul keturunan atau asal usul tempat.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “cerita kepahlawanan” adalah gambaran-gambaran yang mengagumkan bagi suatu kelompok yang biasanya berpusat pada tokoh-tokoh kelompok tersebut.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “dongeng” adalah cerita yang unsur faktanya semakin tipis atau tidak ada, meskipun di dalamnya mengandung petuah-petuah.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “folklore” adalah istila lain yang berhubungan dengan tradisi lisan. Folklore adalah tradisi masyarakat secara turun temurun melalui lisan atau tutur kata.Yang termasuk folklore adalah bahasa rakyat, teka-teki, puisi, pantun, gurindam, syair, nyanyian, tarian dan sebagainya.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “mitologi” adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus di suatu kebudayaan.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “legenda” adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pelantikan dan/atau penabalan pejabat” adalah upacara adat yang menandakan bahwa pejabat bersangkutan diterima sebagai bagian dari masyarakat Melayu diKota Batam. Pejabat yang dimaksud adalah Walikota dan Wakil Walikota, Anggota DPRD, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah dan BP Batam.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pencatatan dan pendokumentasian” adalah upaya merekam untuk menggambarkan keadaan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu, baik wujud fisik maupun arti sosialnya dengan tujuan untuk mengidentifikasi Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “memfasilitasi” adalah segala dukungan, berupa dana atau sumber daya lainnya, yang diberikan untuk memudahkan Setiap Orang dalam melakukan pencatatan dan pendokumentasian, sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “revitalisasi” adalah menghidupkan kembali Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang telah atau hampir musnah. Revitalisasi dilakukan antara lain, dengan menggali atau mempelajari berbagai data Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dan/atau Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang telah atau hampir musnah, yang terdapat baik di dalam maupun di luar negeri; mewujudkan kembali Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang telah atau hamper musnah; dan mendorong kembali pengurusan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang telah atau hampir musnah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “repatriasi” adalah mengembalikan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang berada di luar wilayah Republik Indonesia ke dalam wilayah Republik Indonesia. Repatriasi dilakukan antara lain, dengan pembelian Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu yang ada di luar negeri, kerja sama pengembalian Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu dengan negara asing, dan advokasi di tingkat internasional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “restorasi” adalah mengembalikan atau memulihkan Objek Pemajuan Kebudayaan Melayu ke keadaan semula.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Penyebarluasan dilakukan melalui diseminasi dan diaspora.Diseminasi dilakukan, antara lain, melalui penyebaran nilai-nilai budaya ke luar negeri, pertukaran budaya, pameran, dan festival. Diaspora dilakukan, antara lain, melalui penyebaran pelaku budaya dan identitas budaya ke luar negeri.
Huruf b
Pengkajian dilakukan baik melalui penelitian ilmiah maupun metode kajian tradisional guna menggali kembali nilai kearifan lokal untuk pengembangan Kebudayaan Melayu masa depan.
Huruf c
Pengayaan keberagaman dilakukan, antara lain, melalui penggabungan budaya (asimilasi), penyesuaian budaya sesuai dengan konteks ruang, dan waktu (adaptasi), penciptaan kreasi baru atau kreasi hasil dari pengembangan budaya sebelumnya (inovasi), dan penyerapan budaya asing menjadi bagian dari budaya Indonesia (akulturasi).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “membangun karakter bangsa” adalah kemampuan suatu kebudayaan dalam membentuk dan menguatkan karakter bangsa.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “ketahanan budaya” adalah kemampuan suatu kebudayaan dalam
mempertahankan dan mengembangkan identitas, pengetahuan, serta praktik budayanya yang relevan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “internalisasi nilai budaya” adalah upaya menanamkan nilai budaya yang menimbulkan kesadaran dan keyakinan untuk diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kolaborasi antarbudaya” adalah bentuk kerjasama budaya untuk mencapai hasil yang diinginakan dan mengingkatkan kepercayaan di antara pihak yang terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 114

Oleh : Bobi - 2 years ago