Bucu Warta

Gelar Adat sebagai Wujud Kearifan Budaya Melayu

Penulis Bobi - 3 years ago

posts/apjg1yxH5jmoh6xbnhyVlnNJIE97e7427uuzv43m.jpg
"Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam memberi anugerah ‘Dato' Setia Amanah’ kepada Walikota sekaligus Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi. Gelar Adat ‘Dato' Setia Amanah’ ini merupakan gelar ke-2 yang diberikan LAM Batam sepanjang dua periode Muhammad Rudi menjadi Walikota Batam. LAM Batam menilai Rudi berhasil menjalankan amanah atas gelar yang dia emban dengan indikator Kota Batam tumbuh menjadi Smart City yang tidak melupakan aspek sosial dan keagamaan"

Penganugerahan gelar adat merupakan tradisi Melayu yang masih bertahan sejak zaman kerajaan  Melayu dahulu sampai saat ini. Adat kebiasaan yang tetap teguh dijalankan masyarakat dan lembaga adat Melayu ini, menandakan ianya memiliki kebijaksanaan dan hikmah yang patut dilestarikan. 

Nilai luhur budaya Melayu dalam tradisi penganugerahan gelar adat, salah satunya ialah sikap mengenang atau balas budi dan penghargaan atas jasa atau peran besar penerima gelar sesuai dengan tanggung jawab atas jabatan yang diembannya. 

Dalam konteks penganugerahan gelar Dato’ Setia Amanah dari LAM Batam kepada Walikota sekaligus Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, LAM Batam mengapresiasi Rudi yang dinilai mampu menjalankan amanah dari jabatan yang ia emban. LAM Batam melihat semakin maju dan berkembangnya Batam di masa kepemimpinan Rudi, baik pembangunan fisik, sosial dan aspek spiritual Kota Batam. 

“Di Batam ada masjid terbesar se-Sumatera (Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah) dan rumah ibadah bukan hanya untuk umat muslim saja. Semakin maraknya kegiatan keagamaan, semakin baiknya hubungan sosial berbagai suku agama dan ras. Semakin berkembangnya investasi, kota semakin tertata dengan baik dan taman-taman tersebar di mana-mana. Singkat cerita, Kota Batam bertambah cantik dan indah, menjadi kota cerdas (Smart City),” kata Ketua LAM Batam, "Dato' Sri Setia Amanah’ Nyat Kadir.

Ketika praktik kebudayaan yang sejak dulu sampai saat ini masih dijalankan, boleh dikatakan lembaga adat dan masyarakat tersebut masih setia memegang teguh dan menjalankan keluhuran nilai yang ada pada tradisi pemberian gelar adat itu sendiri.

Gelar adat yang saat ini eksis, merupakan hasil dari perubahan sistem pemerintahan dari masa ke masa. Ia yang telah ada dari masa-masa kerajaan tradisional, ikut berkembang seiring dengan perubahan model pemerintan. Meskipun demikian, hakikat dari penganugerahan gelar adat tersebut tetap sama.

“Kearifan yang dianggap bijak, dalam semua budaya di dunia ini, pasti akan bertahan,” kata Abdul Malik, Budayawan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Raja Ali Haji (Umrah) Tanjungpinang pada masa jabatan 2007-2021.

Di Indonesia, pemerintah setiap tahun memberikan penghargaan pada pejuang kemerdekaan Indonesia dengan gelar pahlawan nasional. Diberikan langsung oleh Negara atas jasa besar mereka mendukung kemerdekaan Indonesia. Praktik ini merupakan bentuk lain dari gelar adat yang dulu diberikan kerajaan kepada orang-orang yang dinilai berjasa.

Di masa Kerajaan Melayu dahulu, gelar umumnya diberikan kepada raja yang memerintah kerajaan dan daerah serantau taklukannya. Misalnya Raja Ali yang memperoleh gelar Sultan Alauddin Riayat Syah II saat naik tahta menggantikan ayahnya Raja Mahmud yang bergelar Sultan Mahmud Syah I. Keturunan Raja Mahmud lainnya,  Raja Muda Muzaffar memperoleh gelar Sultan Muzaffar Syah saat menjadi Raja di Perak dan Selangor.

Pada tataran yang lebih rendah, Sultan Mahmud Syah I mengangkat Hang Nadim sebagai Laksamana yang bertugas menjaga keamanan laut kerajaan dari serangan bangsa asing di masa pemerintahannya. Laksamana Hang Nadim juga dikenal sebagai Raja Laut atau Langlang Laut yang berarti melanglang atau berkeliling atau meronda atau berpatroli di perairan.    

“Kala kerajaan-kerajaan tak ada lagi di negara kita (Indonesia), dalam arti tak melaksanakan fungsi pemerintahan, barulah muncul istilah gelar adat di peringkat daerah. Karena penganugerahannya tak lagi dilakukan oleh sultan, tetapi oleh lembaga adat suatu daerah (bukan pemerintah) meneruskan kebiasaan, kelaziman dan kepatutan yang berlaku pada zaman kerajaan tradisional dahulu,” kata Abdul Malik lagi. 

Pada prinsipnya, siapapun dapat memperoleh gelar adat, selama ia memiliki bakti dan jasa yang sepadan dengan anugerah gelar adat tersebut. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat 20 Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu, dijelaskan bahwa Gelar Adat adalah nama/sebutan yang diberikan kepada tokoh secara perorangan sesuai menurut alur patut dan layaknya berdasarkan ketentuan dan pedoman yang dimiliki oleh Lembaga Adat Melayu. 

Penabalan Walikota/Kepala BP Batam, Muhammad Rudi sebagai ‘Dato Setia Amanah’ kata Kepala Biro Kebudayaan LAM Batam, Muhammad Zen, merupakan anugerah yang diberikan LAM Batam berdasarkan jabatan yang diemban oleh Muhammad Rudi sebagai kepala daerah di Kota Batam.

Dalam Pasal 3 ayat 3 dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) LAM Kepulauan Riau (Kepri), menjelaskan bahwa gelar Setia Amanah Adat di tingkat Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota merupakan gelar kehormatan tertinggi di tingkat Kabupaten/Kota bersangkutan dengan sebutan Datok. 

Ayat ke-4 di pasal yang sama, menjelaskan Setia Amanah Adat ditetapkan dengan Musyawarah Pengurus LAM Kepri untuk di tingkat yang bersangkutan. Ayat ke-5 menjelaskan bahwa Gelar Setia Amanah gugur dengan sendirinya apabila yang bersangkutan tidak lagi menjabat selaku Gubernur, Bupati/Walikota yang bersangkutan.

LAM Batam menilai Rudi berhasil menjalankan amanah atas gelar yang dia emban dengan indikator Kota Batam tumbuh menjadi Smart City yang tidak melupakan aspek sosial dan keagamaan.

Di sisi lain, juga ada tokoh-tokoh di Batam yang jasanya terbilang istimewa, utamanya mereka yang setia menjaga adat dan budaya Melayu di tengah globalisasi seperti saat ini. Nek Normah misalnya. Melalui kerja keras, kesabaran dan ketekunan Nek Normah bersama Sanggar Seni Warisan Pantai Basri di pesisir Batam, tepatnya di Kampung Pulau Panjang, Kelurahan Setokok, Kecamatan Bulang, terus memainkan Mak Yong sebagai seni teater tradisional Melayu untuk tetap bisa dinikmati sampai saat ini. 

Nek Normah tidak hanya memperkenalkan Mak Yong, lebih dari itu ia menjaga agar kesenian ini tetap terjaga. Mengajarinya kepada anak turunannya, generasi muda yang kelak akan menjadi penggantinya.

Bersama Nek Normah, ada banyak lagi tokoh yang dirasa layak mendapatkan penghargaan atas dedikasi mereka sesuai dengan bidang yang telah puluhan tahun mereka geluti. Melalui masa-masa sulit, dihadapkan pada pilihan untuk tetap teguh atau bergeser demi tujuan tertentu.    

Upacara Pemberian Gelar Adat oleh LAM Batam

Rangkaian kegiatan pemberian Gelar Adat kepada Walikota/Kepala BP Batam, Muhammad Rudi sebagai "Dato’ Setia Amanah" diawali dengan penyambutan penerima penghargaan di muka gedung utama LAM Batam. Kedatangan penerima penghargaan disambut dengan tabuhan Kompang (alat musik gendang Melayu), ketukan Kompang bertalu-talu mengiringi gerak pesilat di hadapan penerima penghargaan.

Silat sendiri adalah seni bela diri Melayu. Keahlian utama yang harus dimiliki Panglima atau pejuang untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan pada masa kerajaan dahulu. Saat ini, Silat tetap dipelajari sebagai warisan budaya Melayu, ia hadir dalam berbagai upacara atau kegiatan kebudayaan seperti acara pernikahan dan lain sebagainya.  

Melewati area muka gedung utama LAM Batam, penerima Penghargaan dipersilakan duduk bersama tetamu di ruang utama tempat dimana prosesi penabalan akan dilakukan. Di sini, penerima penghargaan atau anugerah akan disuguhkan tari yang biasa disebut Tari Persembahan. 

Tari Persembahan, kata Muhammad Zen lagi, mulanya dipakai oleh masyarakat Melayu di Sumatera Utara. Ianya diadopsi dan geraknya disesuaikan dengan budaya Melayu di Kepulauan Riau. Meskipun demikian, konsep Tari Persembahan sebagai bentuk penghormatan atas tamu tetap sama. Saat ini Tari Persembahan menjadi suguhan yang selalu ada dalam acara resmi yang melibatkan pemerintah maupun swasta.

“Suguhan Sirih/Pinang dalam Tari Persembahan itu untuk tamu yang datang. Ketika tamu datang dan makan (Sirih/Pinang), maka menandakan ia mau bersahabat. Rasa Sirih/Pinang yang campur aduk itu menandakan gambaran pertemanan yang tidak selalu mulus, ada tantangan dalam perkawanan,” kata Zen.

Masih dalam sesi penyambutan, penerima penghargaan, tamu utama dan peserta akan terlibat menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” Seperti agenda resmi lainnya, semua orang wajib berdiri untuk sama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya. 

Selanjutnya, pembacaan ayat suci Al-qur’an, doa secara umum untuk memohon kelancaran acara dan doa khusus bagi penerima gelar. Ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan akan disesuaikan dengan konteks acara, dalam hal ini berkaitan dengan tanggung jawab seorang pemimpin terhadap sesame manusia dan Allah.

Penyambutan penerima anugerah diakhiri dengan pembacaan Gurindam 12. Untaian syair karya Raja Ali Haji yang berisi falsafah hidup ini, juga menjadi pengingat bagi penerima gelar dan semua peserta acara.

Prosesi Penabalan

Prosesi penabalan yang merupakan agenda inti, diawali masuknya empat alat kebesaran di ruang utama acara. Alat kebesaran berupa Warqah; Tanjak; Selempang; dan Keris akan dipakaian kepada penerima penghargaan. Masing-masing alat kebesaran akan dipakaikan langsung oleh Ketua LAM Batam. 

Muhammad Zen menjelaskan, keempat alat kebesaran ini wajib hadir dalam setiap pemberian gelar adat oleh LAM Batam. Masing-masing alat kebesaran memiliki arti dan filosofi sesuai dengan gelar yang diberikan. 

Warqah merupakan teks yang tertulis pada sebuah kertas yang menandai resminya gelar yang disandang oleh penerima gelar.  Dalam Warqah tersebut berisi penjabaran kepatutan penerima gelar berdasarkan musyawarah LAM Batam sebagai pemberi gelar. Juga termuat apa-apa yang menajdi kewajiban penerima gelar sesuai dengan amanah atas gelar yang disandangnya. 

Di akhir Warqah yang dibacakan di dalam majelis/pertemuan ini, berisi poin-poin yang menjadi pantangan, ketika pantangan itu dilanggar, maka secara otomatis akan gugurlah gelar yang diberikan.

Setelah Warqah dibaca dan diberikan kepada penerima gelar, kemudian dirangkaikan dengan pemasangan Tanjak. Tanjak yang berfungsi sebagai penutup kepala membawa pesan agar penerima gelar dapat menjaga kejernihan pikiran sehingga amanah yang diemban bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya, penerima gelar akan dipakaikan selempang yang melingkari pundak bagian kiri ke pinggang bagian kanan. Selempang adalah penghargaan, apresiasi atas penghargaan yang didapat oleh penerima gelar. Pada prosesnya, letak selempang menandai siapa pemakai selempang itu sendiri.  

Ketika pemakainya adalah kalangan Sultan, maka selempang dipasang dari pundak kanan ke pinggang bagian kiri. Sementara untuk masyarakat biasa, selempangitu akan dipasang dari pundak kanan kanan ke pinggang bagian kiri.

Keris yang menjadi alat kebesaran terakhir, dipakaikan di bagian pinggang  penerima gelar di dalam kain songket dengan hulu dan sarung keris terlihat. Keris menyimbolkan amanah penyerahan kuasa kepada penerima gelar. Dengan kuasa tersebut ia bisa menentukan arah kebijakan dan menjalankannya secara utuh.

LAM Batam, kata Muhammad Zen lagi, sampai saat ini belum secara spesifik menentukan jenis Tanjak, Selempang dan Keris yang menjadi alat kebesaran wajib untuk diberikan kepada penerima gelar adat dari LAM Batam. Ke depan, pihaknya akan menyusun standar alat kebesaran yang dapat mencirikan LAM Batam. Demikian juga dengan jenis Songket, corak pakaian, warna selempang sehingga bisa menjadi aturan baku ketika ada kegiatan serupa. 

Penerima gelar yang telah lengkap memakai alat kebesaran akan duduk di singgasana. Di sana ia mendapatkan restu dan doa dari tokoh-tokoh penting yang hadir dalam penganugerahan gelar tersebut dalam sesi Tepuk Tepung Tawar. Bersamaan dengan pemberian restu dan doa ini, mengalun Syair Barzanji yang memang selalu ada dalam upacara adat masyarakat Melayu.

Rangkaian acara penabalan gelar Dato’ Setia Amanah kepada Wali Kota sekaligus Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, sarat dengan makna dan nilai-nilai kebudayaan Melayu. Muhammad Zen yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam menjelaskan, selain menjadi syiar tentang apresiasi atas kinerja Rudi sebagai kepala daerah, pemberian gelar adat ini juga menjadi wadah untuk melestarikan praktik kebudayaan dan menyebar nilai-nilai Budaya Melayu itu sendiri. 

Ada begitu banyak aktivitas kebudayaan dalam kegiatan LAM Batam ini. Mulai dari Silat sebagai seni bela diri Melayu, Kompang yang menjadi simbol seni musik Melayu. Ada juga seni tari dalam Tari Persembahan, Syair dalam pembacaan Syair Barzanji dan Gurindam 12, pantun yang selalu ada dalam pembuka tutur, pakaian adat dan lain sebagainya.


Like 0